Tana Toraja merupakan salah satu
daerah di Indonesia yang masih kental dengan nuansa adat istiadatnya. Tana
Toraja terletak sekitar 300 kilometer dari kota Makasar, Sulawesi Selatan. Tana
Toraja juga merupakan salah satu daerah wisata andalan yang dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Selatan. Setiap penduduk keturunan Suku Toraja sangat
menjunjung tinggi budaya serta adat istiadat peninggalan nenek moyang
mereka hingga saat ini. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan setiap
tahunnya di daerah ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi setiap wisawatan
yang berkunjung, termasuk wisatawan mancanegara.
Salah satu upacara adat yang terkenal
di Tana Toraja adalah Rambu Solo, yakni sebuah upacara adat berupa prosesi
pemakaman khas Tana Toraja. Masyarakat Tana Toraja mempunyai kepercayaan bahwa
seseorang yang telah meninggal maka kematiannya dianggap belum sempurna bila
belum menyelenggarakan upacara adat Rambu Solo. Maka sebelum proses upacara
diselenggarakan, orang yang meninggal tersebut akan diperlakukan layaknya orang
yang sedang sakit atau dalam kondisi lemah. Mereka akan tetap dihormati dan
diperlakukan layaknya mereka masih hidup, seperti membaringkannya di ranjang
ketika akan tidur, meyediakan makanan dan minuman hingga mengajaknya bercerita
tentang kehidupan sehari-hari. Biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upacara adat ini tidaklah sedikit, maka tidak heran bila upacara pemakaman bisa
diselenggarakan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun lamanya setelah
orang tersebut meninggal.
Pada dasarnya upacara adat Rambu Solo
terbagi menjadi dua prosesi, yakni Prosesi Pemakaman atau dikenal juga dengan
nama Rante serta Pertunjukkan Seni. Kedua prosesi tersebut tidak
diselenggarakan secara terpisah namun saling melengkapi secara keseluruhan.
Untuk Prosesi Pemakaman atau Rante biasanya diselenggarakan di lapangan khusus
yang terletak di tengah-tengah kompleks rumah adat Tongkonan dengan susunan
acara yang pertama adalah proses pembungkusan jenazah yang disebut dengan
Ma’Tudan Mebalun, yang kedua proses menghias peti jenazah dengan menggunakan
benang emas dan perak atau disebut Ma’Roto, yang ketiga adalah proses perarakan
jenazah ke sebuah tempat persemayaman atau disebut Ma’Popengkalo Alang, dan
yang terakhir adalah Ma’Palao/Ma’Pasonglo yakni proses perarakan jenazah dari
kompleks rumah adat Tongkonan menuju kompleks pemakaman (Lakkian).
Sedangkan untuk Prosesi Pertunjukkan
Kesenian memiliki susunan acara yang pertama adalah perarakan kerbau untuk
kurban, dilanjutkan dengan pertunjukkan beberapa musik daerah seperti
Pa’Pompan, Pa’DaliDali dan Unnosong serta tarian adat setempat seperti
Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’Papanggan, Passailo dan Pa’Silaga
Tedong. Baru kemudian menuju pertunjukkan adu kerbau yang dikenal dengan nama
Mapasilaga Tedong. Yang terakhir adalah ritual penyembelihan kerbau sebagai
hewan kurban.
Pertunjukkan seni yang diselenggarakan
tidak hanya berfungsi untuk memeriahkan proses pemakaman, namun juga sebagai
bentuk penghormatan dan doa bagi orang yang sudah meninggal. Biasanya jumlah
kerbau yang disembelih menjadi ukuran tingkat kekayaan dan derajat orang yang
meninggal ketika mereka masih hidup. Upacara adat Rambu Solo bagi masyarakat
Tana Toraja dianggap sebagai satu upacara yang penting dan hukumnya wajib.
Upacara adat ini mencerminkan kehidupan masyarakat Tana Toraja yang suka
bergotong royong, memiliki sikap kekeluargaan serta sebagai bentuk penghormatan
dan pengabdian mereka kepada orang yang telah meninggal.
( http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/10/29/rambu-solo-pemakaman-khas-tana-toraja-604775.html)
0 komentar:
Posting Komentar