Suku Dayak adalah
suku yang gemar sekali berpetualang, sehingga untuk memberi kenyamanan dalam
perjalanannya seorang putra dayak akan melengkapi dirinya dengan senjata. Salah
satu senjata yang pasti dibawa dalam sebuah perantauan adalah mandau. kenapa
harus mandau, mari simak keistimewaan mandau bagi masyarakat di pulau Borneo
ini.
Mandau adalah
salah satu senjata suku Dayak yang merupakan pusaka turun temurun dan dianggap
sebagai barang keramat. Di samping itu mandau juga merupakan alat untuk
memotong dan menebas tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya, karena nyaris
sebagian besar kehidupan seharian orang Dayak berada di hutan, maka mandau
selalu berada dan diikatkan pada pinggang mereka.
Sering kali orang
terkecoh antara mandau dan parang atau yang disebut ambang atau apang. Seorang
yang tidak terbiasa akan dengan mudah mengira bahwa ambang atau apang adalah
mandau karena memang bentuknya sama. Namun bila diperhatikan lebih seksama
perbedaan akan ditemukan, yaitu mandau lebih kuat dan lentur karena terbuat
dari batu gunung yang mengandung besi dengan proses pengolahan sedemikian rupa,
sedangkan ambang atau apang terbuat dari besi biasa.
Mandau bertatah,
atau berukir dengan menggunakan emas, perak atau tembaga sedangkan ambang
atau apang hanya terbuat dari besi biasa.
Mandau atau Ambang
Birang Bitang Pono Ajun Kajau dirawat dengan baik karena diyakini bahwa mandau
memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi mereka dari serangan dan
maksud jahat lawan. Di samping itu diyakini bahwa mandau dijaga oleh seorang
perempuan, yang apabila pemilik mandau bermimpi dijumpai perempuan penunggu
mandau, berarti rezeki.
Mandau selain
dibuat dari besi batu gunung dan diukir, pulang atau hulu mandau yang
biasa disebut pulang mandau juga dibuat berukir dengan menggunakan tanduk
rusa untuk warna putih dan tanduk kerbau untuk warna hitam Namun dapat pula
dibuat dengan menggunakan kayu kayamihing. Untuk memproses
pembuatan pulang mandau dengan kayu kayamihing terlebih dahulu batang
kayu yang akan digunakan tersebut direndam dalam tanah luncur yaitu tanah yang
ditemukan di daerah pantai. Dibagian ujung pulang mandau diberi bulu binatang
atau rambut manusia. Untuk merekatkan mandau dengan pulangnya digunakan getah
kayu sambun yang telah terbukti daya rekatnya.
Dibutuhkan kemampuan memilih
bebatuan yang mengandung besi bila mengawali pekerjaan ini. Kemudian bebatuan
yang terkumpul mereka masak dalam tumpukan ranting-ranting dan daun kering
dengan menggunakan alat yang disebut puputan, hingga batu-batuan itu bernyala.
Dalam keadaan bernyala, bebatuan dimasukkan ke dalam air, bebatuan mendidih di
air, dan terurai. Butir-butiran besi yang dihasilkan diolah menjadi bahan
pembuatan mandau. Besi mantikei sangat keras, tajam, dan elastis, juga
mengandung bisa, disamping itu mahluk halus yang punya maksud jahat takut pada
daya magis yang dimiliki oleh besi mantikei tersebut.
Membuat Mandau
dengan besi mantikei prosesnya lebih mudah karena pemanasan cukup sekali saja,
tidak perlu diulang-ulang. Setelah sekali dipanaskan, sekali dicelupkan ke
dalam air, yang biasa disebut suhup lewa, besi mantikei tersebut dapat segera
diproses menjadi bentuk mandau yang diinginkan. Dari tetek tatum diketahui
bahwa mereka yang mampu mengolah besi batu gunung menjadi mandau hanyalah
Pangkalima Sempung dan Bungai serta anak turunannya saja.
Kumpang mandau ialah
sarung mandau. Kumpang mandau dibuat dari batang pohon kayu bawang, atau kayu
garunggung yang telah tua usianya. Pada umumnya ketika membuat kumpang
lebih cendrung dipilih bahan kayu garunggung karena selain mudah dibentuk, juga
tidak mudah pecah. Bagian ujung kumpang mandau tempat masuknya mata mandau
dilapisi tanduk rusa. Pada kumpang mandau diberi tiga tempuser undang yaitu
tiga ikatan yang terbuat dari anyaman rotan. Apabila Tempuser undang berjumlah
empat buah berarti mandau tersebut adalah milik pangkalima. Ukiran yang
populer digunakan pada kupang mandau ialah ukiran Rambunan Tambun.
Peralatan pada saat membuat kumpang mandau ialah rautan, pisau, jujuk, dan daun ampelas. Agar kumpang mandau menjadi halus dan licin lalu diampelas dengan sejenis daun berbulu yang bernama bajakah tampelas. Pada kumpang mandau biasanya diberi hiasan manik-manik, atau bulu-bulu burung seperti burung haruei, burung tingang, burung tanjaku atau burung baliang.
Peralatan pada saat membuat kumpang mandau ialah rautan, pisau, jujuk, dan daun ampelas. Agar kumpang mandau menjadi halus dan licin lalu diampelas dengan sejenis daun berbulu yang bernama bajakah tampelas. Pada kumpang mandau biasanya diberi hiasan manik-manik, atau bulu-bulu burung seperti burung haruei, burung tingang, burung tanjaku atau burung baliang.
Kumpang mandau
diberi tali yang terbuat dari anyaman rotan. Guna tali untuk mengikat mandau di
pinggang karena memang demikianlah cara tepat membawa mandau. Cara memakai
mandau yang benar ialah diikat dipinggang kiri, kupang mandau arah kedepan, dan
mata mandau menghadap ke atas. Tali kumpang selain dipakai untuk mengikat
mandau pada pinggang juga tempat mengikat dan menyimpan penyang yaitu
taring-taring binatang dan benda-benda kecil bertuah sebagai jimat.
Pada bagian depan
kumpang dibuat sarung kecil untuk menyimpan langgei Puai. Langgei Puai ialah
sejenis pisau kecil pelengkap mandau. Tangkainya panjang sekitar dua
puluh sentimeter dan mata pisaunya berbentuk lebih kecil dari tangkainya.
Bentuk mata pisau semakin ke ujung semakin runcing dan sangat tajam.
Gunanya untuk membersihkan dan menghaluskan benda-benda seperti rotan, juga
berfungsi untuk mengeluarkan duri yang terinjak di telapak kaki, karena di masa
yang telah lalu orang Dayak berkelana di hutan tanpa alas kaki. Sarung atau
kumpang langgei melekat pada sarung atau kumpang mandau, sehingga mandau dan langgei
Puai selalu dekat tak terpisahkan.
(sumber:http://zipoer7.wordpress.com/2011/04/14/mandau-pusaka-suku-dayak/)
0 komentar:
Posting Komentar